Aku adalah orang yang egois. Jarang sekali ada yang mau
berbicara denganku. Tapi meskipun begitu aku ini cantik. Alasan ku menjadi
egois adalah karena aku capek harus terus mengalah. ‘Mengalah bukan berarti
kalah.’ Hah, omong kosong. Meskipun kita nggak kalah karena mengalah, kita
tetep kehilangan seusatu yang kita inginkan kan?
Yah tapi sepertinya aku masih disayang Tuhan. Aku masih
mempunyai seorang teman. Dia anak yang manis, mudah bergaul, disukai banyak
orang. Dan karena dia disukai bukan berarti dia tidak memiliki selusin orang
yang tidak menyukai dirinya kan?
Aku selalu keras kepala padanya. Dan dia selalu menyikapi
sikapku yang keras kepala itu dengan senyuman nya yang menenangkan.
Maaf.
Aku selalu menjerit dalam hati jika aku berbuat sesuatu yang
egois padanya. Dan setelah semua keegoisanku, dia tetap bersamaku.
Entah apa yang dia pikirkan. Padahal banyak banget yang mau
jadi temennya. Kenapa dia memilih untuk tetap bersamaku yang egois ini?
Dan kau selalu menepati janjimu. Ketika aku dengan seenaknya
menagih janjinya untuk pergi ke toko kue, dia menepatinya. Meskipun dia dalam
kondisi yang kurang sehat.
Dan aku pun memutuskan untuk berubah. Aku memutuskan untuk
menahan sikap egoisku. Dan saat aku berubah, kau pergi meninggalkanku. Yang mungkin
akan sangat lama untuk kembali padaku. Atau bisa dibilang kau tidak bisa
kembali bersamaku.
Aku hanya bisa tersenyum miris memandangmu yang tidak
bernyawa di tengah jalan. Truk sialan itu, telah merenggut hartaku yang paling
berharga.
Beberapa bulan telah berlalu. Dan aku masih teringat
percakapan terakhir kita.
“Ayo kita ke toko kue
yang baru itu kapan-kapan ya?”
Hei, bukankah kau berjanji padaku untuk pergi ke toko kue
yang baru itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar